Rabu, 12 Juli 2017



Cinta Semalam

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZ95ro2H1KZzcaNdwVRBRZIvv9Wa9fRNiaeH-jpaDOAgB-93Bn0aZqhhfd5sXcOe-0TCFLYEkOkvZlQgRdxjXpAa0oyoPb5qnIpPBn7tSF3MDvSw7Guzx5BbW-Oewz4r9Ebvc2mMrKVrs/s1600/Musashi.jpg









LUKA Musashi terasa sakit sekali, karenanya ia tidak menggunakan waktunya di Kamisuwa untuk bertanya-tanya tentang Otsu dan Jotaro, melainkan pergi ke sumber air panas di Shimosuwa. Kota yang terletak di tepi Danau Suwa itu besar sekali. Jumlah rumah penduduk biasa saja lebih dari seribu buah.

Di penginapan yang diperuntukkan bagi para daimyo, permandiannya ditutup atap, tetapi kolam-kolam yang terletak di sepanjang jalan tidak beratap, dan dapat dipergunakan oleh siapa saja yang ingin menggunakannya.

Musashi menggantungkan pakaian dan pedangnya pada sebatang pohon, dan masuk ke air yang beruap. Sambil memijat-mijat bagian yang bengkak pada sisi kanan perutnya, ia mengistirahatkan kepalanya ke batu di ujung kolam, memejamkan mata, dan menikmati rasa nyaman yang menyenangkan, sekalipun sedikit pening. Matahari mulai terbenam, dan kabut kemerahan naik dari permukaan danau yang tampak di antara rumah-rumah nelayan sepanjang pantai.

Sejumlah petak sayuran kecil ada di antara kolam dan jalan, di mana orang dan kuda datang dan pergi, diiringi suara orang dan hiruk-pikuk biasa. Di sebuah warung yang menjual minyak lampu dan tetek-bengek lain, seorang samurai sedang membeli sandal jerami. Sesudah memilih sepasang yang cocok baginya, ia duduk di sebuah bangku, melepaskan sandal lamanya, dan mengikatkan yang baru.

"Anda mestinya sudah mendengar tentang itu," katanya kepada pemilik warung. "Peristiwanya terjadi di bawah pohon pinus lebar besar di Ichijoji, dekat Kyoto. Ronin itu sendirian menghadapi seluruh Keluarga Yoshioka, dan dia berkelahi dengan semangat yang sudah jarang kita dengar sekarang. Saya yakin dia melewati jalan ini. Anda yakin tidak melihatnya?"

Sekalipun keinginannya sangat besar, samurai itu rupanya sedikit sekali mengetahui tentang orang yang dicarinya, termasuk umur dan cara orang itu berpakaian. Mendengar jawaban tidak, dua-tiga kali ia mengulang dengan kecewa, "Biar bagaimana, saya mesti ketemu dia," sambil menyelesaikan ikatan sandalnya.

Samurai yang umurnya sekitar empat puluh tahun itu berpakaian baik, kulitnya terbakar matahari akibat berjalan jauh. Rambut pada pelipisnya tegak di seputar tali anyaman yang dikenakannya, sedangkan kekuatan ekspresi wajahnya sesuai dengan sosok tubuhnya yang jantan. Musashi menduga bahwa pada tubuh orang itu terdapat tanda-tanda dan penebalan kulit akibat pemakaian ketopong. "Tak ingat aku, apa pernah melihatnya sebelumnya," pikirnya. "Tapi kalau dia pergi ke sana kemari bicara tentang Perguruan Yoshioka, barangkali dia salah seorang murid di situ. Perguruan itu punya banyak sekali murid. Beberapa orang tentunya punya tulang punggung. Mungkin mereka merencanakan komplotan baru untuk membalas dendam."

Ketika orang itu selesai dengan urusannya dan pergi, Musashi mengeringkan badan dan mengenakan pakaian. la mengira keadaan sudah aman. Tetapi ketika keluar menuju jalan raya, ia hampir bertumbukan dengan orang itu.

Samurai itu membungkuk sambil memperhatikan Musashi dengari saksama, katanya, "Anda kan Miyamoto Musashi?"

Musashi mengangguk. Samurai itu mengabaikan saja ekspresi curiga di wajah Musashi. Ia berkata, "Saya memang sudah tahu tadi." Sebentar ia memuji-muji ketajaman penglihatannya sendiri, lalu melanjutkan dengan nada bersahabat, "Anda tak mungkin membayangkan, betapa bahagia sava dapat bertemu Anda akhirnya. Saya merasa akan bertemu Anda entah di mana di jalan ini." Tanpa berhenti untuk memberikan kesempatan bicara kepada Musashi, ia mendesak Musashi menginap di penginapan yang sama dengannya. "Percayalah," tambahnya, "Anda tak perlu kuatir dengan sava. Status saya, maafkan saya karena menyebutkan, adalah demikian rupa. hingga biasanya saya mengadakan perjalanan dengan selusin abdi dan hak penggantian kuda. Saya pembantu Date Masamune, Yang Dipertuan Benteng Aoba di Mutsu. Nama saya Ishimoda Geki."      

Ketika Musashi pasif saja menerima undangan itu, Geki mendesak agar mereka tinggal di penginapan para daimyo, dan ia mengantar Musashi ke tempat itu.

"Bagaimana kalau kita mandi?" tanyanya. "Tapi, ya, Anda baru saia mandi. Baiklah, saya persilakan Anda bersantai dulu sementara saya mandi. Saya akan segera kembali." Ia melepaskan pakaian perjalanannya, mengambil handuk, dan meninggalkan ruangan.

Walaupun orang itu memiliki cara bergaul yang menawan, kepala Musashi penuh dijejali pertanyaan. Kenapa pula prajurit yang sudah baik kedudukannya ini mencarinya? Kenapa sikapnya demikian bersahabat?

"Bapak tak ingin ganti pakaian yang lebih enak?" tanya gadis pelayan sambil mengulurkan kimono berlapis kapuk yang memang disediakan untuk para tamu.

"Tidak, terima kasih. Saya barangkali tidak tinggal di sini."

Musashi melangkah ke beranda. Di belakangnya, ia dengar gadis itu tenang-tenang mengatur baki-baki makan malam. Ketika ia perhatikan riak air danau itu berubah dari warna nila tua menjadi hitam, bayangan mata Otsu yang sedih terbentuk dalam kepalanya. "Tempatku mencari mungkin salah," pikirnya. "Penjahat yang tega menculik seorang perempuan pasti punya naluri menghindari kota-kota." Ia seperti mendengar Otsu berseruseru minta tolong. Benarkah bila kita menerima pandangan filsafat bahwa segala yang terjadi di dunia ini adalah akibat kemauan langit? ia merasa bersalah karena hanya berdiri di situ, tanpa melakukan sesuatu.

Kembali dari mandi, Ishimoda Geki minta maaf telah meninggalkan Musashi sendirian. Kemudian ia duduk menghadapi baki makan malam. Melihat Musashi masih mengenakan kimononya sendiri, ia bertanya, "Kenapa Anda tidak ganti pakaian?"

"Saya merasa senang dengan pakaian saya sendiri. Saya selalu mengenakan ini di jalan, di dalam rumah, dan ketika tidur di tanah, di bawah pohon."

Geki merasa terkesan sekali. "Saya mengerti," katanya. "Anda ingin selalu siap bertindak, tak peduli di mana pun. Yang Dipertuan Date akan kagum dengan sikap itu." Ia menatap wajah Musashi. Perasaan kagum tak disembunyikannya. Wajah Musashi waktu itu diterangi lampu dari samping. Sebentar kemudian ia sadar kembali, katanya, "Nah, silakan duduk dan mari minum sake sedikit." Ia membasuh mangkuk dalam cambung air dan menawarkannya pada Musashi.

Musashi duduk dan membungkuk. Ia meletakkan tangan di pangkuan, tanyanya, "Boleh saya bertanya, kenapa Anda memperlakukan saya demikian bersahabat? Dan kalau Anda tidak keberatan, kenapa Anda bertanya-tanya tentang saya di jalan-jalan?"

"Saya kira memang wajar kalau Anda heran, tapi sesungguhnya sedikit sekali keterangannya. Barangkali cara paling sederhana untuk menerangkannya adalah saya terobsesi pada Anda." Ia berhenti sebentar, tertawa, dan lanjutnya, "Ya, soalnya cuma tergila-gila, seorang lelaki tertarik kepada lelaki lain."

Geki kelihatannya merasa penjelasan itu sudah cukup, tapi Musashi justru jadi lebih bingung lagi. Memang agaknya bukan tidak mungkin seorang lelaki terpikat lelaki lain, tapi ia sendiri tak pernah punya pengalaman macam itu. Takuan orangnya terlalu keras, hingga tidak menimbulkan perasaan sayang yang kuat. Koetsu hidup di dunia yang sama sekali berbeda. Sekishusai menduduki taraf yang jauh di atas Musashi, hingga perasaan suka atau tak suka tidak terbayangkan olehnya. Kemungkinan, itulah cara Geki menjilat, tapi orang yang membuat pernyataan seperti itu berarti membuka diri terhadap tuduhan bahwa ia tidak jujur. Namun Musashi sangsi apakah samurai ini seorang penjilat. Orangnya terlalu pejal dan perawakannya terlalu jantan.

"Jelasnya, apa maksud Anda," tanya Musashi dengan nada sabar, "waktu Anda mengatakan tertarik pada saya itu?"

"Barangkali saya terlalu lancang, tapi semenjak mendengar tentang prestasi Anda di Ichijoji itu, saya yakin Anda orang yang saya sukai dan akan sangat saya sukai."

"Anda di Kyoto waktu itu?"

"Ya, saya datang pada bulan pertama, dan saya tinggal di kediaman Yang Dipertuan Date di Jalan Sanjo. Ketika kebetulan singgah di kediaman Yang Dipertuan Karasumaru Mitsuhiro, sehari sesudah pertempuran itu, sava mendengar sedikit tentang Anda. Beliau mengatakan pernah berjumpa dengan Anda, dan beliau bicara tentang masa muda Anda, dan tentang apa yang Anda lakukan di waktu lampau. Karena merasa tertarik sekali, saya putuskan saya harus berusaha menjumpai Anda. Dalam perjalanan dari Kyoto, saya lihat papan pengumuman yang Anda pasang di Celah Shiojiri.'

"Oh, Anda melihatnya?" Sungguh ironis, pikir Musashi, bahwa papan itu bukan mendatangkan Jotaro, melainkan orang lain yang kehadirannya tak pernah la mimpikan.

Tetapi makin lama ia timbang-timbang persoalan itu, makin ia merasa kurang pantas mendapat kehormatan seperti yang diberikan Geki itu.

Sadar akan kekeliruan dan kegalauannya sendiri, ia merasa pujian-pujian Geki itu hanya membuatnya malu.

Dengan penuh ketulusan ia berkata, "Saya pikir terlalu tinggi Anda menilai saya."

"Ada banyak samurai terkemuka yang bekerja di bawah Yang Dipertuan Date. Tanah perdikannya saja menghasilkan lima juta gantang. Saya sudah bertemu dengan banyak pemain pedang yang cakap, tapi dari pendengaran saya, rasanya hanya sedikit yang dapat dibandingkan dengan Anda. Apalagi Anda masih sangat muda. Masa depan Anda masih panjang. Dan itulah saya kira yang menyebabkan saya terangsang. Bagaimanapun, sesudah kita bertemu sekarang, marilah kita bersahabat. Silakan minum dan bicara tentang apa saja yang menarik minat Anda."

Musashi menerima mangkuk sake itu dengan senang hati, dan mulai mengimbangi pengundangnya dalam minum. Tak lama kemudian, wajahnya sudah merah padam.

Geki kuat sekali minum. Katanya, "Kami samurai dari utara dapat banyak minum. Kami melakukannya supaya badan hangat. Yang Dipertuan Date dapat mengalahkan kami semua dalam minum. Dengan seorang jenderal kuat yang memimpin di muka, pasukan tidak ketinggalan."

Gadis pelayan terus juga mendatangkan sake tambahan. Bahkan sesudah beberapa kali ia merapikan sumbu lampu, Geki belum memperlihatkan kecenderungan berhenti. "Mari kita minum sepanjang malam," sarannya "Dengan begitu, kita dapat bicara sepanjang malam."

"Baik," kata Musashi menyetujui. Kemudian sambil tersenyum, "Anda bilang Anda pernah bicara dengan Karasumaru. Apa Anda kenal baik dengannya?"

"Kami tak dapat disebut sahabat dekat, tapi selama beberapa tahun, berkali-kali saya datang ke rumahnya, menyampaikan pesan. Sikapnya sangat bersahabat."

"Betul, saya pernah bertemu dengannya, diperkenalkan oleh Hon'ami Koetsu. Untuk seorang bangsawan, dia tampak sekali penuh semangat hidup."

Dengan wajah agak tak puas, Geki berkata, "Apa itu satu-satunya kesan Anda? Kalau Anda bicara dengannya agak lama, saya pikir Anda akan terkesan oleh kecerdasan dan ketulusannya."

"Kami waktu itu bersama-sama pergi ke daerah lokalisasi."

"Kalau demikian, saya kira dia menahan diri untuk tidak mengungkapkan dirinya yang sebenarnya waktu itu."

"Bagaimana dia sebenarnya?"

Geki memperlihatkan gaya lebih resmi, dan dengan nada agak sungguh-sungguh, katanya, "Dia orang yang gelisah. Kalau mau, dapat Anda katakan dia orang yang sedih. Cara-cara diktatorial yang dipakai shogun sangat menggelisahkan dirinya."

Sejenak Musashi mendengar bunyi berirama gembira dari arah danau, dan melihat bayangan yang ditimbulkan oleh cahaya lampu putih.

Mendadak Geki bertanya, "Musashi sahabatku, demi siapa Anda berusaha menyempurnakan permainan pedang Anda?"

Karena tak pernah memikirkan pertanyaan itu, Musashi menjawab dengan penuh keterusterangan, "Demi diri saya sendiri."

"Soal itu baik saja, tapi demi siapa Anda berusaha meningkatkan diri? Saya yakin tujuan Anda bukan sekadar kehormatan atau kemuliaan pribadi. Itu rasanya tak cukup untuk orang setaraf Anda."

Secara kebetulan, atau memang menurut rencana, Geki sampai pada persoalan yang memang hendak dibicarakannya. "Sekarang, ketika seluruh negeri berada di bawah kekuasaan Ieyasu," katanya, "kita punya semacam perdamaian dan kesejahteraan. Tapi apa keduanya itu nyata? Apa rakyat benar-benar hidup bahagia di bawah sistem yang sekarang?

"Berabad-abad lamanya kita diperintah Keluarga Hojo, Ashikaga, Oda Nobunaga, Hideyoshi-satu rangkaian panjang penguasa militer yang menindas tidak hanya rakyat, tetapi juga kaisar dan istana. Pemerintah kaisar dimanfaatkan, dan rakyat diperas tanpa kenal ampun. Segala keuntungan jatuh ke tangan kelas militer. Hal ini terjadi sejak Minamoto no Yoritomo, kan? Dan situasi sekarang tidak berubah.

"Nobunaga rupanya punya pengertian tentang ketidakadilan yang sedang berlaku. Setidaknya dia membangun istana baru untuk Kaisar. Hideyoshi tidak hanya menghormati Kaisar Go-Yozei dengan menyuruh semua daimyo menunjukkan sembah kepadanya, tapi bahkan mencoba memberikan kemakmuran dan kebahagiaan kepada rakyat biasa. Tapi bagaimana dengan Ieyasu? Maksud dan tujuannya tidak pernah keluar dari keuntungan klannya sendiri. Sekali lagi, kebahagiaan rakyat dan kesejahteraan keluarga kaisar dikorbankan untuk menciptakan kekayaan dan kekuasaan diktator militer. Kita rupanya berada di ambang pintu abad tirani yang lain lagi. Tak seorang pun lebih prihatin dengan keadaan ini daripada Yang Dipertuan Date Masamune, juga Yang Dipertuan Karasumaru sebagai wakil kaum bangsawan."

Geki berhenti bicara untuk menantikan tanggapan, tapi tak ada kata-kata Musashi selain, "Oh, begitu," yang hampir tanpa tekanan.

Seperti orang lain juga, Musashi sadar akan terjadinya perubahan-perubahan politik yang drastis semenjak Pertempuran Sekigahara. Namun ia tidak pernah mencurahkan perhatian pada kegiatan para daimyo daerah Osaka dan motif-motif tersembunyi Keluarga Tokugawa, juga sikap yang diambil oleh bangsawan-bangsawan kuat dari luar kalangan, seperti Date dan Shimazu. Yang ia ketahui tentang Date hanyalah bahwa tanah perdikannya secara resmi memiliki penghasilan tiga juta gantang setahun, tapi dalam kenyataan barangkali menghasilkan lima juta gantang, sebagaimana disebutkan Geki.

"Dua kali setahun," sambung Geki, "Yang Dipertuan Date mengirimkan hasil tanah perdikan kami kepada Yang Dipertuan Konoe di Kyoto, untuk dipersembahkan pada Kaisar. Tak pernah dia tidak melakukan hal itu, bahkan juga di masa perang. Itu juga sebabnya saya berada di Kyoto.

"Benteng Aoba adalah satu-satunya di negeri ini yang memiliki ruangan khusus bagi Kaisar. Tampaknya ruangan itu tak pernah digunakan, tetapi Yang Dipertuan Date bagaimanapun menyisihkan ruangan yang dibangun dari kayu Istana Kaisar lama, ketika istana itu dibangun kembali. Ia bawa kayu itu dari Kyoto ke Sendai, dengan perahu.

"Dan sekarang baiklah saya ceritakan tentang perang di Korea. Selama berlangsungnya peperangan di sana itu, Kato, Konishi, dan jenderal-jenderal lain bersaing memperebutkan kemasyhuran dan kemenangan pribadi. Tidak demikian halnya dengan Yang Dipertuan Date. Dia tidak menggunakan lambang keluarga sendiri, melainkan lambang matahari terbit, dan dia menyatakan pada semua orang bahwa dia memimpin orang-orangnya ke Korea itu sama sekali bukan untuk kemuliaan sendiri, atau untuk kemuliaan Hideyoshi. Dia pergi ke sana karena cintanya kepada Jepang."

Musashi mendengarkan dengan penuh perhatian, dan Geki jadi tenggelam dalam monolog yang melukiskan tuannya dengan istilah-istilah mentereng, dan meyakinkan Musashi bahwa tuannya tidak tertandingi dalam kesetiaan bulatnya kepada bangsa dan Kaisar.

Sejenak ia lupa akan minuman, tapi kemudian tiba-tiba ia memandang ke bawah, dan katanya, "Sake sudah dingin." Ia menepukkan tangan memanggil gadis pelayan, dan hendak memesan lagi.

Musashi buru-buru menyelanya. "Saya sudah lebih dari cukup. Kalau Anda tidak keberatan, saya lebih suka makan nasi dan minum teh sekarang."

"Sudah?" gerutu Geki. la kelihatan kecewa, tetapi karena rasa hormat kepada temannya, ia menyuruh gadis pelayan membawakan nasi.

Geki terus bicara, sementara mereka makan. Kesan yang diperoleh Musashi tentang semangat yang dimiliki para samurai tanah perdikan Yang Dipertuan Date adalah bahwa sebagai perorangan maupun kelompok, mereka memang benar-benar meminati Jalan Samurai dan mendisiplinkan diri sesuai dengan jalan itu.

Jalan ini telah ada sejak zaman kuno, ketika kelas prajurit lahir, tapi nilai-nilai moral dan kewajiban-kewajiban sekarang ini tidak lebih dari kenangan samar-samar. Ketika terjadi kekalutan peperangan di dalam negeri pada abad lima belas dan enam belas, etika militer mulai menyimpang kalau tidak mau dikatakan terabaikan sama sekali. Sekarang hampir setiap orang yang dapat menggunakan pedang atau menembakkan anak panah dari busurnya sudah dianggap samurai, tak peduli ada tidaknya perhatian terhadap makna yang lebih dalam dari jalan itu.

Samurai gaya perorangan sering kali adalah orang yang rendah wataknya dan hina nalurinya dibandingkan petani atau orang kota biasa. Karena hanya memiliki tenaga dan teknik untuk merebut penghormatan dari orang-orang yang ada di bawah mereka, pada akhirnya mereka pasti hancur. Hanya sedikit daimyo yang mampu melihat hal ini dan hanya segelintir pengikut kalangan atas Tokugawa dan Toyotomi yang berpikir untuk menciptakan Jalan Samurai baru yang dapat menjadi dasar kekuatan dan kesejahteraan bangsa.

Pikiran Musashi kembali ke tahun-tahun ketika ia ditahan di Benteng Himeji. Takuan ingat bahwa Yang Dipertuan Ikeda menyimpan dalam perpustakaannya naskah tulisan tangan Nichiyo Shushin-kan karangan Fushikian. Takuan mengambilnya supaya dipelajari Musashi. Fushikian adalah nama samaran jenderal termasyhur Uesugi Kenshin. Dalam bukunya, Fushikian mencatat soal-soal latihan etika sehari-hari untuk pegangan para pengikut utamanya. Dari buku itu, Musashi tidak hanya belajar tentang kegiatan pribadi Kenshin, melainkan juga memperoleh pengertian tentang kenapa tanah perdikan Kenshin di Echigo kemudian dikenal di seluruh negeri karena kekayaan dan kecakapan militernya.

Terbuai oleh penggambaran Geki yang bersemangat, Musashi mulai merasa bahwa Yang Dipertuan Date punya kesamaan dengan Kenshin dalam ketulusan hati. Ia juga menciptakan suasana tertentu di daerahnya, di mana para samurai didorong untuk mengembangkan Jalan baru, jalan yang akan memungkinkan mereka melawan, termasuk melawan shogun apabila perlu.

"Anda mesti memaaflcan saya karena terus bicara tentang hal-hal yang menjadi minat saya sendiri," kata Geki. "Bagaimana pendapat Anda, Musashi? Tak ingin Anda datang ke Sendai untuk melihat sendiri? Yang Dipertuan itu orangnya jujur dan terus terang. Kalau Anda memang berusaha keras menemukan Jalan itu, status Anda yang sekarang ini tidak menjadi soal baginya. Anda dapat bicara dengannya, seperti bicara dengan orang lain.

"Banyak yang diperlukan oleh samurai yang hendak mempersembahkan hidupnya kepada negerinya. Saya akan lebih dari bahagia kalau dapat memperkenalkan Anda. Kalau setuju, kita dapat pergi ke Sendai bersama-sama."

Waktu itu baki-baki makan malam sudah diambil, tapi semangat Geki sama sekali belum menurun. Musashi terkesan, tapi masih tetap berhati-hati, dan katanya, "Saya mesti memikirkannya dulu sebelum memberi jawaban."

Ia mengucapkan selamat malam, dan pergi ke kamarnya. Di situ ia berbaring melotot dalam gelap, matanya berkilat-kilat. Jalan Samurai. Ia pusatkan perhatian pada ajaran itu dalam penerapannya dengan dirinya dan pedangnya.

Tiba-tiba ia melihat kebenaran: teknik-teknik pedang bukanlah tujuan yang sedang dikejarnya. Yang ia cari adalah Jalan Pedang yang mencakup segalanya. Pedang mesti jauh lebih berarti daripada senjata sederhana. Ia mesti merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan hidup. Jalan Uesugi Kenshin dan Date Masamune terlalu bersifat militer, terlampau picik. Akan terserah kepadanya untuk melengkapi segi-segi manusianya, memberikan lebih banyak kedalaman, lebih banyak keunggulan.

Untuk pertama kali, ia bertanya apakah mungkin seorang manusia biasa menyatu dengan alam semesta.

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

ARSIP